• Jelajahi

    Copyright © Duta Sumsel
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Tantangan Salam Pancasila

    Rabu, 26 Februari 2020, Februari 26, 2020 WIB Last Updated 2020-08-24T15:24:47Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini
    Oleh: Husnil Kirom, M.Pd.

    Pengajar di SMP Negeri 1 Indralaya Utara

    Pancasila yang di dalamnya terkandung dasar hubungan negara dengan agama adalah karya besar bangsa Indonesia melalui The Founding Fathers Negara Republik Indonesia. Konsep pemikiran para pendiri negara yang tertuang dalam Pancasila merupakan karya khas yang secara antropologis merupakan local genius bangsa Indonesia (Ayathrohaedi dalam Kaelan, 2012). 

    Begitu pentingnya memantapkan kedudukan Pancasila, maka Pancasila pun mengisyaratkan bahwa kesadaran akan adanya Tuhan milik semua orang dan berbagai agama. Tuhan menurut terminologi Pancasila adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tak terbagi, yang maknanya sejalan dengan agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu, Konghucu bahkan ajaran Animisme. 

    Adapun hubungan antara agama dan Pancasila, keduanya dapat berjalan saling menunjang dan saling mengokohkan. Keduanya tidak bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan. Hanya salah satu hambatan proporsionalisasi ini berwujud kecurigaan dan kekhawatiran yang datang dari berbagai arah. Agama dan Pancasila diimplementasikan seiring sejalan dan saling mendukung.

    Bukan Saingan Agama

    Agama dapat mendorong aplikasi nilai-nilai Pancasila, begitu pula Pancasila memberikan ruang gerak yang seluas-luasnya terhadap usaha-usaha peningkatan pemahaman, penghayatan dan pengamalan agama. Menurut Pancasila, negara adalah berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. 

    Hal ini termuat dalam penjelasan Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945 yang terdapat pada pokok pikiran keempat. Rumusan yang demikian ini menunjukkan pada kita bahwa negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila adalah bukan negara sekuler yang memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1) bahwa negara adalah berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini berarti negara sebagai persekutuan hidup adalah Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal 29 ayat (2) memberikan kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing. Negara kebangsaan yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa adalah negara sebagai penjelmaan dari hakikat kodrat manusia sebagi individu makhluk sosial dan manusia adalah sebagai pribadi dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

    Sebagai kilas balik sejarah pada era Mendikbud Daoed Joesoef, pernah memperingatkan untuk mewaspadai orang atau golongan yang selalu mengecam dan mengejek mata pelajaran PMP kala itu. Beliau mengingatkan “Waspadalah terhadap orang atau golongan yang selalu mengecam dan mengejek Pendidikan Moral Pancasila di sekolah-sekolah, karena pada dasarnya orang atau golongan tersebut tidak bersedia menerima dan menghayati Pancasila sebagai elemen sistem nilai dan ide vital bangsa dan negara kita”. 

    Bahkan Soeharto sebagai Presiden Indonesia ketika itu menepis semua anggapan dan kekhawatiran dengan menegaskan bahwa “Pancasila tidak akan menggantikan agama dan tidak mungkin Pancasila mampu menggantikannya. 

    Pancasila tidak akan dijadikan agama dan agama tidak akan disamakan dengan Pancasila. Pancasila bukanlah saingan agama, Pancasila bukan pengganti agama” (Lukman Harun dalam Faisal Ismail, 2017). 

    Namun, keberadaan PMP versi baru pada masa Mendikbud Nugroho Notosusanto yang isinya dapat diterima oleh umat Islam. Dengan kata lain, mau mata pelajaran PMP atau PPKn esensinya tetap sama bahwa Pancasila menjadi kekuatan dan pemersatu bangsa yang memayungi, menaungi, meneduhi, serta mengayomi semua umat beragama, kelompok suku atau etnis, kelompok sosial, dan aliran politik yang ada dalam masyarakat Indonesia. 

    Pancasila sebagai dasar dan ideologi nasional tetap memenuhi fungsinya sebagai payung bersama yang mengayomi keberadaan agama-agama di Indonesia. Peran Pancasila sebatas mengakui eksistensi agama-agama yang berbeda, melindungi dan menjamin kehidupan masing-masing agama. Dengan cara ini Pancasila dianggap bersikap fair, toleran, dan menghargai setiap agama di Indonesia, terutama penerapan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa tanpa harus mempertentangkan justifikasi pribadi atau kelompok tertentu.

    Bukan Sekedar Salam

    Bapak Pendidikan Nasional Indonesia (Ki Hadjar Dewantara) bahkan pernah mengatakan bahwa “pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak”.

    Karakter tidak hanya melakukan transfer of value tetapi  harus menanamkan kebiasaan yang baik sampai menjadi karakter individu yang akan turut membentuk identitas pribadi. Nilai Karakter tidak diajarkan tapi dikembangkan membutuhkan proses yang panjang dan tidak mengenal kata akhir. Membanggun karakter ibarat melukis di atas batu, bukan melukis di atas air. 

    Karakter itu sebuah kehidupan. PPKn sebagai mata pelajaran wajib di persekolahan juga menjadi mata kuliah wajib di perguruan tinggi berperan sangat penting dalam membentuk karakter, menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, terutama di era digitalisasi sekarang ini yang penuh tantangan. PPKn memiliki orientasi untuk mewujudkan siswa/mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan cerdas (good and smart citizenship) dengan menguasai berbagai kompetensi kewarganegaraan, seperti civic knowledge, civic skill, civic responsibility, civic partisipations, dan civic dispositions berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

    Begitupun hasil Simposium Nasional di Malang dan pesan Mendikbud Muhadjir Effendy kala itu bahwa “Penanaman nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak atau karakter bangsa adalah penting. Oleh karena itu, seluruh satuan pendidikan mempunyai tanggung jawab moral dalam penanaman nilai Pancasila sedini mungkin”. 

    Apakah benar PPKn belum memiliki dampak terhadap pembentukan karakter siswa di sekolah? Penyebabnya kemungkinan karena pembelajaran di kelas hanya menekankan pengetahuan semata. Apakah butuh mata pelajaran baru sebagai pemandu kegiatan belajar mengajar di setiap satuan pendidikan, termasuk dalam keluarga dan masyarakat? 

    Ataukah hanya cukup mencari formula dan mengganti strategi paling tepat dalam kegiatan pembelajaran yang lebih banyak memberikan contoh penanaman nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya mata pelajaran dan pengajar PPKn harus menemukan jati dirinya kembali.

    Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila merupakan upaya membangun karakter bangsa Indonesia di era digitalisasi yang tanpa batas. Sebagaimana menanam sesuatu, maka langkah pertama adalah memilih benih yang baik untuk ditanam. 

    Nilai-nilai utama Pancasila yang mau ditanamkan kepada siswa haruslah dielaborasi terlebih dahulu untuk kemudian dimasukkan dalam kurikulum sekolah. Nilai-nilai Pancasila apa saja yang mau ditanamkan, semisal beragama secara beradab, menegakkan hak asasi manusia pada konteks lokal, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa dalam konteks Bhinneka Tunggal Ika, berdemokrasi secara hikmat dan bijaksana, menjunjung tinggi keadilan dengan tetap bertumpu pada kesejahteraan bersama. 

    Ibarat menanam sesuatu, harus dilakukan pembersihan terhadap rumput liar yang mengganggu dan hama yang mengancam. Pancasila adalah kepribadian bangsa yang nilai-nilainya melekat dan menyatu secara instrinsik dan menjadi karakter dari setiap warga negara Indonesia. 

    Sebagai kepribadian, maka nilai-nilai Pancasila akan selalu teraktualisasikan secara otomatis dalam kehidupan nyata sehari-hari. Sekarang yang paling penting bukan hanya sekedar memperkenalkan Salam Pancasila dalam praktik kehidupan sehari-hari yang tujuannya supaya diketahui oleh seluruh rakyat Indonesia layaknya Salam Pramuka dan salam-salam lainnya. 

    Akan tetapi lebih dari itu, bagaimana kita dapat mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang luhur dalam bentuk sikap dan perilaku yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghargai orang yang berlainan agama/kepercayaan dengan kita, menghormati dan menghargai sesama manusia dengan selalu ingat kepada orang lain, mencintai tanah air dan bangsa juga mengutamakan kepentingan nasional, bersikap demokratis dan melaksanakan hasil putusan bersama, serta suka menolong dan bergotong royong dengan sesama. 


    Sehingga tahu atau tidak tentang Pancasila, setiap warga negara sejatinya telah bersikap dan berperilaku Pancasilais. Oleh karenanya, sudah selayaknya kita yang harus dan senantiasa akan mendukung, mengamalkan, dan mempertahankan nilai-nilai luhur Pancasila tersebut sekarang dan selamanya sampai ke anak cucu nanti. #salam lima Sila#Pancasila #Indonesia
    Komentar

    Tampilkan

    Terkini